Hukum Shalat Gerhana Matahari dan Tata Caranya
Mayoritas ulama menyatakan bahwa hukum menjalankan shalat gerhana baik gerhana matahari maupun gerhana bulan adalah sunah mu`akkadah.
Adapun tata cara shalat gerhana adalah sebagai berikut,
- Memastikan terjadinya gerhana bulan atau matahari terlebih dahulu.
- Shalat gerhana dilakukan saat gerhana sedang terjadi.
- Sebelum shalat, jamaah dapat diingatkan dengan ungkapan, ”As-Shalâtu jâmi’ah.”
- Niat melakukan shalat gerhana matahari (kusufus syams) atau gerhana bulan (khusuful qamar), menjadi imam atau ma’mum.
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ / لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ اِمَامًا / مَأْمُوْمًا لِلّهِ تَعَالَى - Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat.
- Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku’ dan dua kali sujud.
- Setelah ruku’ pertama dari setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surat kembali.
- Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua. Demikian pula pada rakaat kedua, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua.
- Setelah shalat disunahkan untuk berkhotbah.
Hal yang sebaiknya diperhatikan adalah dalam soal ruku’nya. Ruku’ yang pertama dalam rakaat pertama lebih panjang dari yang kedua. Menurut keterangan yang terdapat dalam kitab-kitab fikih madzhab Syafi’i, pada ruku’ pertama membaca tasbih kira-kira lamanya sama dengan membaca seratus ayat surat Al-Baqarah, sedang ruku’ kedua kira-kira delapan puluh ayat.
Begitu seterusnya dalam rakaat kedua. Untuk ruku’ pertama pada rakaat kedua membaca tasbih lamanya kira-kira sama dengan membaca tujuh puluh ayat surat Al-Baqarah, dan ruku’ keduanya kira-kira lamanya sama dengan membaca lima puluh ayat.